OPINI: Penta Helix, Elemen Penggerak Good Governance

8
35
Ben Senang Galus/Foto: Dok. pribadi

Oleh:

Ben Senang Galus

Dosen dan penulis/esais, tinggal di Yogyakarta

Tata pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance and Clean Government) adalah seluruh aspek yang terkait dengan kontrol  dan pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki pemerintah dalam menjalankan fungsinya melalui institusi formal dan informal.

Untuk melaksanakan prinsip Good Governance and Clean Government, maka pemerintah harus melaksanakan prinsip-prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara efisien.

Karena itu perlu didukung sistem pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

Dalam kepustakaan Hukum Administrasi Negara, asas-asas umum pemerintahan yang baik disistematisasi oleh para ahli dan dianut di beberapa negara, antara lain seperti di Belanda dikenal dengan “Algemene Beginselen van Behoorllijke Bestuur” (ABBB); di Inggris dikenal “The Principal of Natural Justice”; di Perancis “Les Principaux Generaux du Droit Coutumier Publique”; di Belgia “Aglemene Rechtsbeginselen”; di Jerman “Verfassung Sprinzipien” dan di Indonesia “Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik”

Dalam Hukum Administrasi Negara asas-asas umum pemerintahan yang baik dikelompokkan menjadi dua bagian yakni asas formal dan asas material.

Asas-asas formal mengenai ‘pembentukan keputusan’ yang meliputi: 1)   kecermatan formal dan asas “fair play”, 2)  asas pertimbangan, 3).  asas kepastian hukum formal, 

Asas-asas material mengenai ‘isi keputusan’ meliputi : 1) asas kepastian hukum material, 2) asas kepercayaan atau asas harapan-harapan yang telah  ditimbulkan, 3) asas persamaan, 4) asas kecermatan material, 5) asas keseimbangan.

Dari  asas-asas tersebut, ada 3 prinsip penting untuk menjamin terlaksananya Clean and Good Governance,  yaitu  prinsip partisipasi publik penyelenggaraan administrasi pemerintahan (public participation), akuntabilitas pelaksanaan administrasi pemerintahan, yaitu berkaitan dengan mekanisme kontrol atau pengawasan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut kepentingan publik, dan  prinsip transparansi atau proses pengambilan keputusan atas kebijakan publik yang dapat dilihat atau melalui proses yang terbuka kepada masyarakat.

Di samping itu dalam rangka penyelenggaraan ‘pemerintahan yang bersih dan menghindari segala bentuk KKN’, seseorang yang dipercaya menjabat suatu jabatan dalam penyelenggaraan pemerintahan harus bersumpah sesuai dengan agamanya, melaksanakan tugas tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab, tidak melakukan perbuatan tercela.

Ia juga harus melaksanakan tugas tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bersedia menjadi saksi dalam perkara KKN dan perkara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Diskresi

Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan unsur penting, agar setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah didasarkan pada pertimbangan yang matang dan dapat dipertanggungjawaban kepada masyarakat.

Salah satu aspek penting yang terkait dengan prinsip akuntabilitas dalam birokrasi pemerintah adalah mengenai kewenangan diskresi. Diskresi adalah kebebasan bertindak atau mengambil keputusan pada pejabat publik yang berwenang berdasarkan pendapat sendiri.

Diskresi dirumuskan pula sebagai keputusan pejabat administrasi pemerintahan yang bersifat khusus, bertanggung jawab dan tidak melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, dengan maksud untuk secara lebih cepat, efisien, dan efektif mencapai tujuan yang diamanatkan oleh UUD 1945 dan penyelenggara pemerintahan demi keadilan dan kesejahteraan masyarakat masyarakat.

Diskresi merupakan suatu kewenangan yang sangat diperlukan dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan. Namun kewenangan tersebut harus digunakan secara bertanggungjawab dengan menjadikan  kepentingan masyarakat atau pihak yang akan terkena dampak dari keputusan administatif tersebut  sebagai  pertimbangan utama.

Di samping itu, prinsip bahwa keputusan tersebut mengandung kelemahan perlu dipegang teguh, agar aparat pemerintah tidak ragu-ragu, untuk melakukan perubahan atau perbaikan apabila keputusan tersebut menimbulkan kerugian bagi masyarakat, terutama yang terkena dampak dari keputusan yang didasarkan pada kewenangan diskresi tersebut.

Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan, pemerintah harus mempertimbangkan seluruh kepentingan yang terkait atau mungkin akan terkait dengan keputusan yang akan diambilnya itu.

Transparansi dalam pemerintahan adalah salah satu persyaratan pokok yang harus dipenuhi dalam mewujudkan good government. Transparasi diperlukan sebagai sebuah upaya dalam mewujudkan dan menerapkan prinsip-prinsip demokrasi di mana seluruh masyarakat dapat mengakses dengan mudah segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan ketatanegaraan.

Transparansi dapat diartikan sebagai segala bentuk keterbukaan yang menyangkut tata kelola pemerintahan, diberbagai aspek kehidupan masyarakat.

Dalam konteks ini, kemudahan publik untuk mengakses informasi maupun pelayanan publik, merupakan bagian terpenting dari adanya transparansi dalam pengelolaan pemerintah.

Format dan konsep akuntabilitas dan transparansi yang akan di implementasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan implikasi dari salah satu azas umum penyelenggaraan negara sebagaimana diatur oleh UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik tuntutan adanya transparansi tidak hanya kepada  eksekutif (pejabat SKPD) tetapi juga kepada legislative (DPRD).

Mengingat posisi legislatif yang cukup kuat dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan, maka dalam setiap kegiatannya, legislatif harus lebih transparan (terbuka) kepada masyarakat.

Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pada transparansi penyelenggaraan pemerintahan dari sudut legislatif adalah  (1) rapat-rapat legislatif yang terbuka untuk umum agar dapat diinformasikan kepada masyarakat agenda dan jadwalnya, (2) penyediaan risalah rapat-rapat terbuka bagi umum ditempat yang mudah diakses masyarakat, dan (3) keputusan yang dihasilkan legislatif hendaknya dapat dipublikasikan dan disosialisasikan kepada masyarakat.

Transparansi penyelenggaraan pemerintahan dengan selalu memperhatikan hal-hal berikut; (1) publikasi dan sosialisasi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan, (2) publikasi dan sosialisasi regulasi yang dikeluarkan pemerintah tentang berbagai perizinan dan prosedurnya, (3) publikasi dan sosialisasi tentang prosedur dan tata kerja dari pemerintah, (4) transparansi dalam penawaran dan penetapan tender atau kontrak proyek-proyek pemerintah kepada pihak ketiga, dan  (5) kesempatan masyarakat untuk mengakses informasi yang jujur, benar dan tidak diskriminatif dari pemerintah  dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau melalui: 1) Transparansi dalam hal pengelolaan/penggunaan anggaran. 2) Transparansi dalam rekruitmen PNS, 3) Transparansi dalam setiap proses pengambilan keputusan.

Elemen Penggerak

Pelaksanaan tata pemerintahan yang bebas dari korupsi bertumpu pada lima domain atau yang disebut elemen penggerak Good Governance, yaitu state (pemerintah), market (swasta), Akademisi atau civil society (masyarakat sipil), konsultan profesional, dan lembaga keuangan. Lima domain ini dikenal dengan istilah penta helix.   

Kelima domain tersebut harus bekerja secara sinergis, yang berarti setiap domain diharapkan mampu menjalankan perannya dengan optimal agar pencapaian tujuan berhasil dengan efektif.

Pemerintah berfungsi menciptakan lingkungan yang kondusif, menciptakan sumber daya (SDM); swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan, menciptakan sektor produktif (industri dan perusahaan), akademisi atau masyarakat sipil berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi, politik termasuk menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi.   Mengajak kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik.

Konsultan profesional, berperan memberikan saran akuntabilitas manajemen keuangan, akuntansi keuangan yang jujur dan transpran. Lembaga keuangan menciptakan kestabilan moneter dan menjaga stabilitas keuangan.

Penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka menciptakan good governance merupakan suatu jaringan para pelaku yang memerintah secara mandiri dan otonom.

Jaringan governance tidak hanya melibatkan upaya memengaruhi pemerintah, tetapi juga mengambil alih urusan pemerintah. Dalam konteks pengertian governance demikian, pemerintahan pada intinya telah memenuhi prinsip-prinsip: demokratis, produktif, efisien, melayani publik, transparan, akuntabel, responsive, adil, partisipatif yang diharapkan menciptakan pemerintahan yang memiliki legitimasi dan kompetensi.

Akuntabilitas publik adalah pertanggungjawaban pemerintah yang lebih ditekankan pada respon pemerintah atas protes/keluhan masyarakat atas penyimpangan yang berkaitan dengan kebijakan yang direncanakan atau dilaksanakan.

Jika pemerintah, swasta, akademisi, kaum profesional, dan lembaga keuangan dapat melaksanakan hal tersebut maka (1) pemerintah tidak lagi mendominasi kekuasaan pengambilan keputusan, (2) kredibilitas pemerintah meningkat sekaligus kebijakan akan memiliki tingkat akseptabilitas yang tinggi di masyarakat, dan (3) masyarakat juga akan memiliki aksesibilitas yang tinggi terhadap pelayanan publik.

Sebab penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang memberikan berbagai kemudahan, kepastian dan bersih dalam menyediakan pelayanan dan perlindungan dari berbagai tindakan sewenang-wenang baik atas diri, hak maupun harta bendanya.

Etika Birokrasi

Dalam konteks birokrasi, etika birokrasi pemerintah digambarkan sebagai suatu panduan norma bagi aparat birokrasi pemerintah dalam menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat.

Etika birokrasi pemerintah dikenal dengan sebutan berwatak Satrya, yang dapat dipahami sebagai sebuah watak atau karakter birokrasi yang selaras, akal budi luhur, jati diri, teladan-keteladanan, rela melayani, inovatif, yakin dan percaya diri, ahli-profesional.

Etika birokrasi demikian dalam pemahaman umum diartikan sebagai ”menjalankan pemerintah sehari-hari menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, kelompok dan organisasinya”.

Etika birokrasi pemerintah diarahkan pada pihan-pilihan kebijakan yang benar-benar mengutamakan kepentingan masyarakat luas.

Etika atau watak Satrya dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat dilihat dari sudut pandang apakah seorang aparatur birokrasi dalam memberika pelayanan kepada masyarakat merasa mempunyai komitmen untuk menghargai hak-hak dari konsumen untuk mendapatkan pelayanan secara transparan, efisien dan adanya jaminan kepastian pelayanan.

Perilaku aparatur birokrasi yang memiliki etika dapat mencermin pada sikap sopan dan keramahan dalam menghadapi masyarakat pengguna jasa.

Etika juga mengandung unsur moral, sedangkan moral tersebut memiliki ciri rasional, objektif, tanpa pamrih dan netral. Aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada publik sudah sepantasnya untuk tidak melakukan berbagai bentuk tindakan diskriminatif  yang merugikan pengguna jasa.

Watak Satrya dalam terminologi Jawa adalah aparatur birokrasi adalah seorang abdi,  bukannya seorang tuan. Persepsi tersebut selama ini tidak pernah di tanamkan secara sistematis kepada aparatur birokrasi di Indonesia.

Hal tersebut membawa konsekuensi pada masih munculnya  sikap arogansi birokrasi, seperti merasa pihak yang dibutuhkan oleh orang banyak, atau bersikap seenaknya pada mayarakat.

Sikap yang di tunjukan oleh sebagian besar aparat birokrasi tersebut membuat masyarakat tidak memperoleh pelayanan seperti yang diharapkan, bahkan masyarakat seringkali merasa disepelekan dan tidak diorangkan oleh birokrasi, kecenderungan demikian justeru sering terjadi pada sebagian aparat birokrasi kita di tanah air.

Pemahaman watak Satrya sangat berpengaruh kuat terhadap kinerja pemerintah yang lebih baik dalam perspektif performance action (prestasi aksi) dan perfomance achievement (prestasi hasil) dengan memanfaakan kompetensinya untuk mencapai produktivitas.

Adanya kompetensi dan produktivitas akan memungkinkan pemerintah mampu untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang paling fundamental yaitu (1) kebutuhan dasar dan (2) kebutuhan pengembangan  usaha masyarakat .

Sebagai penutup tulisan ini, penulis mengambil postulat Kennet Thompson dalam On Governance (1994), New York, NY: A Plums Book, (1994,p. 92),  memaparkan bahwa kinerja pemerintah itu memiliki dua dimensi yaitu policy activism (suatu orientasi yang mengedepankan pada kebijakan apa saja yang diambil dan bagaimana kaitannya dengan konstituen atau citizen) dan administrative effectiveness (suatu orientasi yang mengedepankan pentingnya efektivitas administrasi).

Yang menjadi persoalan adalah sebagian besar pemerintah mulai dari daerah sampai pusat masih berada dalam kategori unformed government mereka menjalankan pemerintahan as business as usual tidak memperhatikan efektivitas administrasi dan tidak mempunyai arah kebijakan yang jelas.

Oleh karena itu target jangka menengah adalah mentransformasikan unformed government menuju efficient government yang dalam jangka panjang akan sampai pada dynamic governement. Maka  kualitas output dan outcome penyelenggaraan pemerintahan harus baik.

Demikian dalam pelaksanaan pembangunan hendaknya menerapkan model  penta helix. Sebuah model inovatif pengembangan dari model triple helix (tiga aktor utama,yaitu pemerintah, swasta, dan akademisi), ke Quadruple Helix (empat aktor utama yaitu pemerintah, swasta, dan akademisi, dan kaum profesional), kemudian menjadi penta helix (lima aktor utama, yaitu pemerintah, swasta, akademisi, kaum profesional, dan lembaga keuangan),  untuk meciptakan ekosistem pemerintahan bersih, kreativitas, dan berpengetahuan, dimana yang diharapkan dari konsep ini adalah sebuah solusi untuk pengembangan kreatifitas birokrasi, yang bersih dan berwibawa.