Pengurus Baru Resmi Dilantik, KESA Yogyakarta Tegaskan Keberadaannya sebagai “Ruang Alternatif Pemberdayaan Akademik Bagi Mahasiswa untuk Lebih Mendalami Soal Desa”

0
27
Pengurus baru, pengurus lama dan alumni KESA berfoto bersama usai upacara pelantikan Pengurus Periode 2025-2026 pada 12 Oktober di aula STPMD 'APMD' Yogyakarta (Foto: Dokumentasi KESA)

TEROPONG—Regenerasi kepengurusan Kelompok Studi tentang Desa (KESA) menjadi momentum untuk memaknai kembali organisasi itu sebagai “wadah belajar alternatif pemberdayaan akademik” bagi mahasiswa yang sedang menempuh studi di Yogyakarta untuk memahami desa lebih dalam.

Dengan spirit pemberdayaan komunitas ini diharapkan melahirkan kader-kader yang mampu tumbuh dan berkembang bersama serta kelak terlibat langsung dan berpihak dalam upaya menyejahterakan masyarakat desa.

KESA memiliki kekhasan yaitu menjadi satu-satunya kelompok studi mahasiswa di Yogyakarta yang fokus pada isu desa—sebagaimana tertulis dalam namanya.

Selain itu, kerja nalar sangat ditekankan dalam setiap diskusi dan agenda pembahasan. Diskusi di KESA terbagi dalam beberapa kelas yaitu: kelas desa, kelas tematik, kelas pemberdayaan dan kelas riset. Semua itu menjadi ruang untuk mempertajam perspektif tentang desa.

Lebih jauh, teori dan konsep yang dipelajari diejawantahkan langsung di tengah masyarakat melalui kegiatan “Tour Akademik”, baik di desa-desa sekitar Yogyakarta maupun di kampung halaman masing-masing anggota.

Tahun ini, pergantian kepengurusan KESA dilakukan melalui mekanisme Musyawarah Luar Biasa (MLB) yang diselenggarakan pada 31 Mei lalu.

Prudensius Teguh Datal, Kepala Desa KESA Periode 2023–2025, menyampaikan bahwa MLB dilakukan karena “banyak pengurus yang tidak aktif dan partisipasi anggota rendah.”

“Maka perlu dilakukan pergantian pengurus agar perjalanan KESA terus berlanjut,” katanya.

Selain mengevaluasi kepengurusan lama, MLB itu juga dilakukan untuk memilih Kepala Desa (Kades) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang baru.

Lalu, pada 5 Juli struktur lengkap kepengurusan KESA Periode 2025–2026 terbentuk dengan tambahan posisi “Sekretaris, Bendahara, Hubungan Masyarakat (HUMAS), Media dan Publikasi, Kepala Urusan Akademik dan Kepala Urusan Pemberdayaan Perempuan.”

Para pengurus baru secara resmi dilantik pada 12 Oktober, bertempat di aula Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) ‘APMD’ Yogyakarta. Dua orang alumni KESA turut hadir dalam kegiatan ini.

Seberapa Pentingkah KESA?

Teguh menyampaikan, KESA adalah ruang perjumpaan untuk saling berbagi gagasan dan menumbuhkan solidaritas antarsesama anggota.

“Perjumpaan itu terjadi baik melalui ruang formal berupa diskusi maupun kegiatan informal seperti percakapan di warung kopi,” katanya.

Bagi Teguh, pengalaman di KESA membawa banyak hal yang positif dalam dirinya. Ia mengaku belajar tentang disiplin, tanggung jawab, dan budaya literasi.

Teguh menambahkan, KESA bukan hanya tempat belajar tentang desa, tetapi juga tempat belajar bagaimana “menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan pribadi.”

Angelus Loleq, Kades terpilih KESA berkata, keberadaan KESA sangat strategis, terutama bagi mahasiswa APMD, sebagai wadah untuk membahas dan memahami desa secara mendalam.

Lebih lanjut, Arly, begitu sapaan akrabnya menyampaikan bahwa amanah sebagai Kades akan ia gunakan untuk melayani, menjadi teladan, dan memberi dampak baik bagi orang lain.

Ia berharap kepengurusan kali ini dapat membawa KESA menjadi lebih aktif, terbuka, dan berdaya.

Namun, Arly menegaskan, semua itu tidak akan terwujud jika hanya dirinya yang bekerja.

“Organisasi ini akan berhasil hanya jika digerakkan oleh kesadaran kolektif. Semua pengurus, begitu pun anggota, harus punya rasa memiliki,” katanya.

Sementara itu, Ferika Aldian, mengungkapkan bahwa organisasi seperti KESA menjadi wadah penting, bukan hanya untuk belajar teori dan konsep, tetapi juga untuk menempa diri agar lebih bertanggung jawab, mampu bekerja sama, dan bersolidaritas dengan sesama.

Menurutnya, sebagai mahasiswa yang berasal dari desa pelosok di Kalimantan Barat dan tengah menempuh pendidikan di STPMD ‘APMD’—sebuah perguruan tinggi yang fokus mempelajari soal desa—, keberadaan KESA sangat penting “sebagai ruang alternatif untuk memahami desa secara lebih utuh yang berakar pada realitas kehidupan di desa itu sendiri.”

“Dengan belajar di KESA, selain tentu saja di kampus, paling tidak bisa menambah pengetahuan dan pengalaman serta lebih paham apa itu desa. Jika selama kurang lebih empat tahun kuliah dan ketika nanti pulang kampung tidak punya modal itu, maka kita gagal sebagai sarjana,” ujar BPD baru KESA itu.